Hari ini adalah hari yang bersejarah untuk Jerry dan
sahabatnya Jenny. Bagaimana tidak, hari ini mereka genap berusia 16 tahun.
Mereka memang bukan saudara kembar, tapi mereka lahir di tanggal, ruangan dan
rumah sakit yang sama. Oleh sebab itu,kedua orang tua mereka memberi nama yang
sama. Yaitu, Jerry dan Jenny. Di hari ulang tahun mereka, seluruh keluarga dan
Jerry dan Jenny dan teman teman tak lupa ikut memeriahkan pesta ulang tahun
mereka berdua.
Sebuah kue bertingkat dengan 2 boneka berambut panjang
berpita biru-ungu menghiasi kue impian mereka. Sejak pagi dini hari, telepon
demi telepon, salam demi salam dan berbagai ucapan selamat ulang tahun beserta
berbagai hadiah sudah mereka terima. Ya, mereka senang senang saja menerima
semua itu.
Banyak orang yang mengira mereka adalah saudara
kembar. Bagaimana tidak, nama mereka saja sudah sama. Dan satu hal yang
memperkuat hal itu adalah mereka sama sama lahir di tanggal yang sama. Tapi,
banyak orang yang menyadari bahwa mereka bukanlah saudara kembar. Kebanyakan
dari mereka berpendapat kalau Jenny lebih feminim, lembut, dan jauh lebih
perhatian dari pada Jerry. Tapi, meskipun
begitu, mereka tetaplah sahabat. Baik senang, sedih, susah, suka, duka, kesal,
marah, jengkel, dan berbagai masalah lainnya sudah mereka lepaskan bersama.
“Selamat ultah ya, Jerr! I hope You’re stay
healthy!”
Sebuah pesan singkat hinggap di ponsel Jerry. Ia
berfikir kalau Jenny sudah tidak khawatir lagi dengan mimisan dan rambut rontok
yang sering ia keluhkan pada Jenny. Jenny begitu perhatian pada Jerry. Meskipun
pada dasarnya, Jerry jarang memperhatikannya. Jenny memang sahabat yang baik.
Belakangan ini Jerry memang sering mengeluh mimisan
dan rambut rontok, tapi tidak terlalu parah. Jenny sering menganggap hal ini
berlebihan. Bahkan Jenny pernah menyuruh Jerry pergi ke Rumah Sakit dan
melakukan pemeriksaan apakah ada kelainan dengan Jerry. Tapi, Jerry merasa
Jenny terlalu berlebihan padanya.
“ Jer, aku udah sering peringatin kamu buat periksa.
Tapi, kamu bandel, aku jadi enggak yakin kamu baik baik saja! Atau jangan
jangan ada yang kamu sembunyiin ya dari aku?” Kata Jenny.
“Jen, aku kan udah sering bilang, aku gak kenapa!
Menurutku belakangan ini kamu terlalu berlebihan kepadaku!”
“Oh, ya? Kalau itu membuatmu terganggu, maafin aku ya
Jer!”
“Ya, gak kenapa! Kalau kamu sakit aku juga akan
melakukan hal yang sama denganmu! Makasi ya Jen, karena kamu udah mau perhatian
sama aku!”
‘Ya..! Kamu itu udah aku anggap saudara sendiri!”
“Aku juga!”
Sebuah pelukan hangat mengakhiri pembicaraan mereka
berdua.
Sepulang sekolah, tak ada hal menarik yang bisa
mereka kerjakan. Tapi, karena baru kemarin berulang tahun, jadi mereka berdua
akan merayakan hari jadi nama mereka. Menurut kedua orang tua mereka, kedua
bayi mungil ini baru di beri nama sehari setelah mereka berdua di lahirkan.
Jadi, mereka akan merayakan hari ini di sebuah kedai Ice Cream. Kedai ini sudah
menjadi langganan mereka berdua saat masih duduk di bangku SMP. Bahkan, Jerry
dan Jenny hampir hafal dengan menu dan pelayan di kedai ini.
Kedai ini adalah bisnis keluarga, jadi jangan heran
kalau rasa dari Ice Cream di sini tidak berubah dari dulu sampai sekarang. Ice
Cream favorit mereka adalah Ice Cream Cokelat Caramel. Rasanya begitu lumer di
mulut. Tapi, ditengah keceriaan itu, semua berubah menjadi dua. Apapun yang ada
di sekitar Jerry semua berubah menjadi dua. Bahkan, Jenny pun juga terlihat
menjadi dua. Tak lama kemudian Jerry pingsan tepat di depan mata Jenny. Jenny
begitu panik melihat Jerry pingsan dengan darah yang terus mengalir dari
hidungnya. Akhirnya Jenny membawa Jerry ke Rumah Sakit terdekat.
Sesampainya di Rumah Sakit, Jenny langsung menelpon
orang tua Jerry agar datang ke Rumah Sakit. Orang tua Jerry sangat terkejut
melihat putri kesayangan mereka terbaring lemas di balik bilik dengan selang
kecil yang terpasang di hidungnya. Karena takut terjadi sesuatu, orang tua
Jerry melakukan pemeriksaan khusus melalui Rontogen.
Setelah diperiksa, dokter berkata,
“Apa bisa kita bicara bicara bertiga saja?”
“Tentu Dok!” Jawab Ayah.
Jenny heran, kenapa ia tidak boleh ikut dalam
pembicaraan itu. Jadi, Jenny menguping pembicaraan mereka lewat pintu.
“Saya tidak tahu penyakit apa yang menggerogoti
tubuhnya! Tapi, jika dilihat dari gejala yang ada, sepertinya itu Leukimia! Apakah diantara keluarga ada yang
mengidap menyakit Leukimia?”
“Apa? Leukimia? Bukankah itu, kanker darah Dok?”
“Ya, Leukimia itu memang kanker darah!”
“Tapi Dok, setahu saya diantara keluaraga tak ada
yang mengidap penyakit ini!”
“Apa yang mereka katakan? Apa mereka berkata
Leukimia?” Tanya Jenny dari balik pintu.
“Dok, apa Jerry bisa disembuhkan?” Tanya Bunda.
“Sedikit kemungkinan untuk Jerry bisa sembuh, karena
penyakit ini mengalir di aliran darah! Tapi, mungkin dengan operasi
pengangkatan sumsum tulang dan terapi itu cara yang paling tepat untuk
penyembuhannya!”
Rasanya apa yang di lakukan Jenny sia sia saja. Ia
tidak bisa mendengar apapun dari percakapan itu. Jadi, Jenny memilih untuk
melihat keadaan Jerry di ruangannya. Ternyata Jerry sudah tersadar dari
pingsannya.
“Sudah sadar ya?” Tanya Jenny.
“Ngapain kita disini? Bukannya tadi kita di kedai
Ice Cream?”
“Ia, tadinya! Kamu tahu, tadi kamu pingsan disana!”
“Oh, ya? Masak sih aku pingsan? Gak mungkin!”
“Kalau tidak percaya ya sudah!”
“Masak sih aku pingsan?” Tanya Jerry dalam hati.
Tak lama kemudian, ayah Jerry datang dan mengajak
Jenny bicara. Orang tua Jerry sudah tak kuasa menahan tangis. Jenny sudah
menduga kalau ada sesuatu dengan Jerry.
“Jen, tolong kamu jaga Jerry! Karena kami sudah
tidak bisa menjaganya lagi! Jaga dia seperti adikmu sendiri! Jaga dia selagi
kami bisa melakukan yang terbaik untuknya!” Kata Ayah.
“Memangnya kenapa om? Apa ada sesuatu?” Tanya Jenny.
“Sekarang Jenny sudah mengidap Leukimia! Sedikit
kemungkinan untuk Jerry bisa sembuh! Jadi, kami percayakan Jerry padamu untuk
menjaganya sebelum ia kami kirim ke luar negeri untuk berobat! Tolong jaga dia
selagi kami mencari dokter terbaik dan donor yang tepat untuknya! Tolong doakan
untuk kesembuhannya! Karena dialah permata kami yang paling berharga!”
Betapa hancur hati Jenny mendengar hal tersebut.
Leukimia bukanlah penyakit yang bisa dianggap enteng karena penyakit ini
menyerang sistem peredaran darah. Tak banyak yang bisa sembuh dari penyakit
ini. Dalam benaknya Jenny bertanya tanya kenapa harus Jerry yang harus mendapat
penyakit semacam itu. Tapi, Jenny memang tidak bisa menolak takdir. Ia hanya
bisa menemani Jerry di Sekolah dan menangawasinya agar tidak terjadi sesuatu
yang tidak diinginkan.
Setiap senyum yang terpancar dari wajah Jerry adalah
keajaiban untuk Jenny. Karena, tak lama lagi Jerry akan meninggalkannya untuk
berobat ke luar negeri. Meskipun pada faktanya Jerry belum tahu tentang
penyakit yang dideritanya. Setiap senyuman yang Jerry tebarkan adalah
kebahagiaan terbesar untuk Jenny saat ini. Bahkan ketika Jerry mentertawakan
Jenny tanpa sebab pun Jenny merasa sangat bahagia.
Tapi, kebagiaan itu tiba tiba redup kembali ketika
Jerry mulai mimisan dan pingsan lagi. Rasanya sudah tak terhitung lagi berapa
kali Jerry pingsan dengan hidung yang mengeluarkan darah seperti itu. Jenny tak
bisa berbuat banyak ketika kejadian seperti itu terulang lagi. Ia hanya bisa
berbisik, “Fighting Jerry! Fighting! You can do it Jer! You can do it!” Bisikan
seperti itu tak henti hentinya Jenny ucapkan untuk Jerry. Bahkan ketika Jerry
sudah tersadar sekalipun Jenny tetap berbisik seperti itu. Jerry terkadang
heran kenapa Jenny begitu sering berbisik seperti itu padanya. Tapi, Jenny
hanya menjawab,
“Aku hanya ingin kau jadi Junior Angelina yang benar
benar tabah menghadapi cobaan hidup! Kau tahu Junior, kau adalah permata yang
tak boleh hilang atau tidak boleh lenyap di makan waktu! Kau hanya boleh hilang
atas kehendakNya! Kau tidak boleh lenyap karena sesuatu yang bisa kau lawan
dengan semangatmu! Kau tak boleh lenyap karena sesuatu yang aku anggap tidak
penting dan kau bisa melawannya dengan caramu sendiri Junior! Aku harap kau
bisa mengerti dengan bahasaku! Karena aku sudah tidak bisa mengungkapkan itu!”
Pada awalnya, Jerry hanya menganggap itu suatu
gurauan. Tapi, pada suatu hari Jerry benar benar mengerti dengan apa yang
sering Jenny katakan. Sebuah suat keterangan dokter dan dan hasil Rontogen
benar benar membuat hati Jerry pilu. Dia sedih, kesal, dan tidak menerima semua
itu. Tangisnya sudah tak bisa dibendung lagi. Meskipun hatinya menangis, tapi
dalam benaknya ia berusaha menguatkan diri dan berkata, “Jenny benar, aku tak
boleh hilang karena sesuatu yang bisa aku lawan dengan semangatku! Tak peduli
seberapa lama lagi umurku, tak peduli siapa yang akan menemaniku nantinya! Tak peduli
seberapa rasa sakit dan tangis yang harusku bendung karenamu! Junior, fighting!
You can do it Junior! You can do it!”
Setelah kata kata seperti itu terlintas di benaknya,
ia langsung menelpon ayah bundanya tentang kebenaran surat itu. Ayah bunda
Jerry tak bisa mengelak lagi. Ayah dan
bunda Jerry hanya bisa pasrah dan bercerita sejujurnya kepada Jerry. Jerry
hanya bisa pasrah mendengar hal tersebut, tapi ia tak patah semangat, karena
ayah bundanya sudah mempersiapkan dokter ahli dan sederet terapi dan pengobatan
untuk kesembuhannya. Jerry begitu senang mendengar hal tersebut, tapi kabar
baik ini sengaja di rahasiakan, karena Jerry tidak mau Jenny merasa kesepian
karena Jerry akan berangkat ke Singapura untuk berobat satu bulan dari sekarang.
Selama satu bulan bersama, Jerry tak henti hentinya
membuat Jenny tersenyum. Bahkan, Jerry tak melewatkan sedetik pun berbagi
kebersamaan bersama Jenny. Jerry juga sering mentertawakan dirinya sendiri
tanpa sebab hanya untuk membuat Jenny tersenyum. Tak terfikir sebelumnya oleh
Jenny akan seperti ini, Jerry benar benar berhasil membuat Jenny lupa akan
kesedihannya.
Satu bulan berlalu, sehari sebelum Jerry berangkat
ke Singapura, ia berpesan pada sahabatnya itu,
“Kau tahu, aku sudah berfikir untuk mengatakan ini
sebelumnya. Kau memang benar, aku tidak boleh lenyap karena sesuatu yang bisa
aku lawan dengan semangatku! Tak peduli siapa yang akan menemaniku nantinya,
tak peduli seberat apapun rintangan yang harus ku lewati, tak peduli seberapa
rasa sakit yang harus aku rasakan, sebanyak apapun air mata yang harus
kubendung karenamu! Kau adalah kakakku, percayalah padaku! Aku akan kembali
pada padamu nantinya! Percayalah padaku, keajaiban itu ada, kau hanya harus
bersabar menantinya! Doamu, semangatku, dan cinta kasih kedua orang tuaku
adalah kartu AS untuk mendapatkan semua itu! Percayalah padaku! Fighting!”
Betapa terharunya Jenny mendengar hal itu. Sebuah
pelukan hangat dengan tangis haru mewarnai pembicaraan mereka. Sebuah foto
album kenangan Jenny berikan untuk adik kesayangannya ini. Jenny ingin Jerry selalu
ingat padanya, kapanpun, dan dimanapun Jerry berada.
Penerbangan akan dilaksanakan pukul 11.00. Tepat,
saat mereka berdua dilahirkan ke dunia. Selama Jerry di luar negeri, Jenny
selalu meluangkan waktunya untuk pergi ke gereja. Di gereja Jenny hanya memohon
agar Jerry segera pulang dengan kabar baik.
Sementara itu, Jerry baru tersadar dari komanya
setelah 3 bulan pasca operasi. Pada awalnya, dokter menyarankan agar Jerry
disuntik mati. Karena, jika dilihat dari kondisi fisik Jerry pada saat itu, tak
memungkinkan untuk Jerry bisa selamat dari maut. Tapi, ayah dan bunda Jerry
bersikeras untuk mempertahankan Jerry. Cinta kasih yang mendalam dari orang tua
Jerry begitu menyakinkan hati ayah bunda Jerry untuk mempertahankan Jerry.
Kepercayaan itu begitu kuat dirasakan ketika Jenny bercerita tentang ucapan Jerry
sebelum berangkat.
“Keajaiban itu ada, kau hanya perlu bersabar menantinya!
Doamu, semangatmu, dan cinta kasih dari kedua orang tuaku adalah kartu AS untuk
mendapatkan semua itu!”. Ucapan Jerry ini adalah kata kata yang begitu
meyakinkan orang tua Jerry untuk mempertahankan hidupnya.
Ketika Jerry menjalani masa masa sulit dalam
hidupnya, ayah dan bunda Jerry tak henti hentinya berbisik, “Kamu pasti bisa
nak! Pasti bisa! Lawan itu sekuat semangat yang ada dalam dirimu! Ayah dan
bunda yakin, kamu pasti akan kembali nantinya! Doa ayah, bunda, dan orang orang
yang menyayangimu selalu menyertaimu!”. Meskipun Jerry hanya diam tak
bergeming, tapi ayah bunda Jerry yakin, Jerry pasti akan terbangun dari
tidurnya.
Kepercayaan, cinta kasih, dan doa dari orang orang
yang menyayangi Jerry membuahkan hasil. Jerry akhirnya tersadar dari komanya.
Betapa gembira hati ayah bunda Jerry, kepercayaan yang selama ini mereka tanam
dalam benak Jerry membuahkan hasil. Jerry tersadar dari komanya dengan sebuah
senyum manis yang terpancar dari hatinya. Dokter yang menangani Jerry hanya
bisa berkata, bahwa inilah keajaiban.
Setelah menjalani masa pemulihan selama beberapa
waktu, Jerry akhirnya menjalani terapi khusus untuk membantu proses penyembuhan
penyakit Leukimia yang ia derita. Selama menjalani masa terapi, Jerry selalu
teringat dengan senyum Jenny. Senyum kakak kesayangannya itu selalu terlintas
di benak Jerry selama menjalani masa terapi. Jerry tak pernah lupa akan
janjinya, oleh sebab itu, semangatnya untuk bisa sembuh tak bisa dikalahkan. Bahkan
rasa sakit yang harus ia rasakan ketika menjalani terapi, seakan seperti angin
lalu baginya. Doanya tak luput mewarnai keinginan Jerry untuk bisa sembuh dan
cepat cepat pulang. Dokter benar benar salut dengan semangat Jerry. Keinginannya
untuk sembuh begitu kuat. Bahkan, dokter sangat yakin Jerry bisa sembuh dan
bisa menjalani hidup normal tanpa khawatir terjadi sesuatu yang tak diinginkan
seperti dulu.
Enam bulan telah berlalu, hari ini adalah hari
kenaikan kelas. Tak terasa Jenny sudah kelas 2 SMA. Padahal rasanya baru
kemarin Jerry berangkat ke Singapura.
“Nilai raporku tak berarti tanpamu! Tak ada lagi
yang bisa mengajakku bersaing untuk mendapatkan sebuah hadiah! Jika kau disini,
aku sangat ingin memberikanmu sebuah hadiah! Tak peduli nilai raporku lebih
besar ataupun lebih kecil darimu, aku akan tetap memberikanmu sebuah hadiah
istimewa dari seorang kakak yang begitu bangga dengan adiknya!” Kata Jenny
dalam hati.
Liburan satu bulan tanpa Jerry terasa hampa. Sudah
enam bulan ini Jerry tak ada kabarnya. SMS, telepon, E-Mail, surat, sama sekali
tak diterimanya. Tapi, Jenny selalu bersabar menunggu Jerry. Karena, Jenny
yakin Jerry tak mungkin mengingkari janjinya untuk kembali padanya.
Selama satu minggu liburan, Jenny habiskan di
Lembang, Bandung, Jawa Barat. Tak banyak hal hal yang bisa Jenny lakukan
disana. Hanya berkemah bersama teman temannya, dan menjelajah perkebunan milik
warga di sekitar Lembang. Ketika Jenny melakukan kegiatan dalam perkemahan,
wajahnya begitu murung, bahkan ketika teman temannya yang lain sibuk dengan
kegiatan mereka masing masing, Jenny malah duduk di jalan kecil diantara
perkebunan warga dengan kaki dan wajah yang ditekuk. Banyak teman teman Jenny
yang berusaha menghibur dan membuatnya sedikit bercerita tentang masalahnya.
Tapi, setiap pertanyaan yang dilontarkan padanya, Jenny hanya menjawab,
“Aku baik baik saja! Aku hanya sedang malas
mengerjakan sesuatu hari ini! Jadi kalian tak perlu mengkhawatirkanku seperti
itu!”
Berbeda dengan teman temannya yang menghabiskan
waktu dimalam hari untuk tidur setelah beraktifitas, Jenny malah pergi
sendirian ke Boscha. Ketika masih SMP, Jerry dan Jenny pernah pergi berdua saja
ke Boscha saat sekolahnya mengadakan acara perkemahan. Jenny dan Jerry
memberanikan diri untuk pergi dari perkemahan hanya untuk melihat bintang
bintang yang berserakan di langit gelap dengan bantuan teropong bintang Boscha.
Ketika Jenny sampai di Boscha, hatinya benar benar
senang. Tempat yang dulu ia dan Jerry datangi dengan kelakuan nakal mereka
akhirnya dapat ia kunjungi lagi dengan cara yang sama. Setiap bintang yang ia
lihat dengan bantuan teleskop itu ia banyangkan dengan senyum Jerry yang selalu
melekat pada cahaya sang bintang. Rasanya, Jenny tak ingin beranjak dari
tempatnya saat ini. Namun, sang mentari sudah bersiap untuk membangunkan
seluruh peserta perkemahan untuk segera berkemas untuk segera pulang ke rumah
masing masing. Jadi, Jenny langsung pergi ke perkemahan sebelum semua orang
curiga dengannya.
Sepulangnya Jenny dari Bandung, Jenny langsung pergi
ke kamar untuk segera tidur. Badannya terasa tak bertenaga lagi. Karena, selama
di perkemahan Jenny benar benar tidak tidur selama 7 hari berturut turut. Belum
lagi dengan berbagai kegiatan diperkemahan yang menguras waktu dan tenaga. Dan
ditambah lagi dengan perjalanan dari Jakarta ke Bandung, dan dari Bandung ke
Jakarta yang benar benar melelahkan.
Ketika Jenny membuka pintu kamarnya, ia begitu
terkejut ketika Jerry menyambutnya dengan kue, terompet, dan pita warna warni
yang dipasang di kamar Jenny. Jenny benar benar terkejut, gembira, dan terharu
melihat adik kesayangannya benar benar berdiri didepannya seperti sedia kala.
Rasa lelah yang mendera Jenny tiba tiba lenyap begitu saja. Sebuah pelukan
hangat mewarnai sambutan gembira dari dua remaja ini. Suasana gembira kedua
keluarga sangat terasa pada pertemuan kali ini. Disetiap pertemuan dari dua
keluarga ini adalah pertemuan yang istimewa. Namun, pertemuan kali ini adalah
pertemuan teristimewa dari seluruh pertemuan yang mereka lakukan.
Tak terfikir oleh Jenny akan seperti ini. Jerry
benar benar sudah membuat ia bangga akan semangat dan kepercayaannya. Dalam
benaknya, Jenny berkata,
“Jerry benar, tak akan ada rintangan yang bisa kau
lewati tanpa sebuah kepercayaan. Jika kita benar benar percaya dan mau
berusaha, keajaiban itu pasti akan datang. “A miracle will not happen without
trust, encouragement, and prayer. You just need patience to get it. Because,
live couldn’t get better if you don’t believe it.””
Sekarang kebahagian mereka sudah lengkap. Kekhawatiran yang selama ini dirasakan,
sekarang sudah hilang. Jenny dan Jerry menjalani hari harinya seperti biasa.
Tak lupa mereka berdoa ke gereja untuk mensyukuri apa yang sudah Tuhan berikan
pada mereka. Karena, tanpa kehendakNya, Jerry dan Jenny mungkin tak bisa
bersatu lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar